Hay kenalkan nama saya Riny. Ini cerita penghuni rumah joglo.
Sewaktu saya masih SMA kelas 2, saya putuskan tuk pisah sama ortu dengan alasan mau mandiri. Akhirnya saya dikirim ke Magelang, daerah dimana keluarga besar dari pihak ayah berada.
Planing awal saya tinggal di rumah keluarganya ayah. Namun karena pertimbangan rumah dan sekolah yang cukup jauh dan kedua orang tuaku khawatir dengan kondisi kesehatan saya yang lumayan lemah, akhirnya saya dicarikan oleh keluarga saya kost yang dekat dengan sekolah.
Tanpa sepengetahuan saya keluarga saya telah menemukan kost buat saya. Sejak awal saya menolak dengan keputusan yang mereka buat tanpa sepengetahuan saya. Mereka membujuk dengan berkata lihat dulu lokasinya kalau tidak suka nanti cari yang lain. Dengan terpaksa dan sedikit berkaca-kaca ini mata, saya mengiyakan.
Sepulang sekolah dan menjenguk kakak sepupu saya yang sedang di rawat di RS, saya sampai di lokasi. Saya ga suka dengan rumah itu. Bisa di deskripsikan di lokasi ada dua rumah joglo yang sama-sama besar yang di depannya berwarna pink ke orange gitu dan yang satu depannya memiliki pekarangan yang cukup luas, rumah itu berwarna biru gelap. Rumah yang akan saya tempati berwarna biru gelap itu.
Penghuni tersebut sangat baik dan welcome kepada kami. Disana saya kos 1 atap dengan pemiliknya. Di sana ada ade kelas yang tinggal. Rumah yang cukup besar ada 4 kamar, yang paling depan itu kosong.
Singkat cerita saya menempati kamar yang berada di ruang tengah berhadapan dengan anak pemilik rumah. Di tengah ada ruang makan. Ya cukup gelap di kamar itu. Tempat tidur yang seharusnya tuk 2 orang tapi yang di atas tak ada yang mempergunakan, lumayan sempit, ada tempat tidur yang cukup besar, lemari pakaian yang juga sebagai meja belajarku, dan sebuah kursi.
Awalnya saya memang merasakan hal yang tak wajar namun saya beranggapan itu hanya perasaan saya saja. Setelah sebulan tinggal, tak ada yang mengganggu. Saya bisa merasakan kehadiran "mereka" namun hanya diam. Suatu malam saya cukup penat dengan aktivitas sekolah akhirnya saya putuskan tuk tidur lebih awal.
Saat saya mulai menutup mata, saya mendengar ada kursi besi yang di seret. Ya kursi yang di kamarku itu terbuat dari besi. Tapi saya hiraukan, kemudian bunyi lagi "sreeekk..". Dalam hati hanya bisa berdoa ma Allah.
Saya memberanikan diri keingat sama omongan mama kalau kita takut maka "mereka" semakin menjadi-jadi mengganggu kita. Selimut yang saya gunakan untuk menutupi depan wajah saya perlahan saya turunkan. Semua yang saya anggap hanya khayalan kini terlihat di depan saya...
Posisi tidur saya berbalik menghadap kursi itu!! otomatis saya bisa melihat "dia" dengan sangat jelas. Dia duduk menghadap ke meja belajar sambil senyum kepadaku. Sumpah! badan dan seluruh tubuhku tak bisa digerakkan. Saya berusaha tuk melawannya, saya yakin manusia lebih sempurna di banding dia. Berdoa dan terus berdoa, kini saya sesakk sangat sesak. Ya Tuhannn.. tolong saya. Hingga sekitar 15 menit lebih saya bisa bangun dengan keringat yang mengucur.
Mulai saat itu saya ga pernah mengarahkan kursi itu ke meja belajar. Saya gunakan tuk menaruh tas-tas sekolahku, dengan alasan agar tak ada yang mendudukinya lagi.
Ini cerita pertamaku yang saya sharekan. Dan ini pengalaman yang benar2 saya rasakan. Masih banyak lagi..